Jumat, 11 November 2011

\

                                          Haruskah Menjadi Wartawan Untuk Bisa Menulis?
Menjadi wartawan adalah salah satu cara menjadi penulis. Setiap hari wartawan memang dituntut menulis dan tidak sedikit wartawan yang menerbitkan buku. Tapi apakah harus menjadi wartawan untuk bisa menjadi penulis hebat ?. Tidak harus, semua tergantung dari niat dan kemauan untuk belajar. Wartawan memang selangkah lebih dekat untuk menjadi penulis. Wartawan dianggap sebagai gerbang untuk mendapatkan ide tulisan, ini tidak lepas dari kehidupan wartawan yang dekat dengan keseharian masyarakat kelas bawah dan disuatu saat bisa dekat dengan para pejabat pemerintahan.
Banyak penulis yang berlatar belakang wartawan, di Indonesia banyak wartawan senior dan junior yang menerbitkan banyak buku seperti novel, sejarah, puisi dan esai. Mereka adalah Mochtar Lubis (alm) menerbitkan beberapa novel dan esai, Rosihan Anwar (alm) menulis sejarah, Goenawan Mohamad eseis dan penulis puisi, Atmadji Sumarkidjo penulis beberapa buku mengenai dunia kemiliteran, atau  penulis buku “Pak Beye dan Istananya” Wisnu Nugroho, dan masih banyak lagi wartawan yang menerbitkan tulisannya.
Keunggulan wartawan untuk menjadi penulis adalah karena penguasaan dasar  penulisan. Pemahaman dan aplikasi rumus 5w+1H sudah dijadikan menu harian wartawan. Unsur What, Where, When, Who, Why dan How, dalam sebuah tulisan atau laporan dari si wartawan adalah sebuah kewajiban. Bagaimana kita bisa menggambarkan si A masuk ke rumah sakit jika tidak dijelaskan bagaimana dia bisa masuk rumah sakit, dimana rumah sakitnya, apa sebabnya, kapan dan sebagainya. Inilah dasar dari sebuah penulisan sederhana.
Bagi masyarakat umum yang ingin menjadi penulis janganlah berkecil hati. Penerapan rumus 5W+1H adalah rumus penulisan umum yang bisa kita aplikasikan tanpa harus menjadi wartawan. Rumus ini juga hanyalah salah satu cara saja diantara banyak metode menulis. 5W+1H adalah metode untuk mengembangan dan mengaitkan fakta-fakta atau ide yang kita dapat melalui pengalaman pribadi, membaca atau perenungan. Jika tema penulisan kita adalah cerpen soal detektif atau peristiwa yang mencengangkan maka cara 5W+1H akan sangat mengena, karena kita dapat menuntun pembaca dari pembukaan masalah hingga pembongkaran akar masalah, ditutup dengan ending yang mengagetkan pembaca. Tentu rumus ini tidak berlaku jika kita menulis puisi.
Nah, sekarang bagaimana sebuah tulisan bisa memiliki “rasa” yang berbeda sehingga memancing minat orang untuk membaca ?. Seperti masakan, banyak orang yang bisa memasak nasi goreng tapi nasi goreng seperti apa yang disukai ? ini tergantung dari racikan si koki. Penulis juga seperti koki, semua bahan yang ada di kepalanya, yang didapat dari pengalaman pribadi atau membaca, diramu menjadi satu tulisan. Persoalannya adalah saat ide menumpuk di kepala, kita sering dihadapkan cara menuangkannya dalam tulisan. Cara mengatasinya cuma satu, tulis saja apa yang dipikiran kita, panjang atau pendek tidak jadi soal.
Mencoba dan terus mencoba menulis adalah cara untuk menjadi penulis. Membaca teori mengenai teknik menulis tidak akan berarti jika tidak kita praktekan. Seperti analogi koki yang saya tulis diatas, cara untuk menjadi koki ulung adalah terus memasak dan mencoba beragam jenis campuran, gosong, terlalu asin, atau hambar adalah hal biasa. Begitu juga dengan menulis. Pada mulanya tulisan yang kita buat sangat sederhana, tapi seiring dengan bertambahnya jam terbang menulis, maka tulisan yang kita buat akan semakin tajam dan berisi.
Tidak ada salahnya juga kita meminta teman-teman kita untuk membaca dan memberi masukan soal tulisan yang kita buat. Biasanya akan sulit bagi si penulis untuk menilai tulisannya sendiri. Masukan dari teman atau anggota keluarga terdekat kita adalah masukan awal dari para calon pembaca kita. Ini juga menjadi cara awal kita untuk membuat tulisan kita memiliki gaya dan “rasa” yang berbeda dibanding para penulis lainnya. Cara dan gaya menulis setiap orang pasti berbeda, kita boleh mengidolakan seorang penulis tapi jadilah diri sendiri, buatlah gaya tulisan anda sendiri.
Mempublikasikan tulisan kita agar dibaca oleh masyarakat adalah persoalan yang dianggap menyulitkan oleh para penulis pemula. Tidak jarang banyak penulis pemula yang putus asa karena cerpen, puisi atau esai ditolak oleh media atau percetakan karena dianggap tidak berbobot.  Buku tulisan JK Rowling, Harry Potter and Sorcerer’s Stone, belasan kali ditolak penerbit. Buku John Grisham, A Time to Kill, 16 kali ditolak penerbit. Pada mulanya kedua penulis tersebut sama sekali tidak dikenal oleh publik dan penerbit, tapi karena kegigihan untuk terus berupaya menawarkan tulisannya dan akhirnya bisa diterbitkan. Apakah mereka hanya beruntung ? bisa jadi ya mereka beruntung, buku JK Rowling bisa diterbitkan karena anak pemilik percetakan memohon kepada ayahnya direktur percetakan untuk menerima dan menerbitkan buku Rowling.
Keberuntungan saja tidak akan cukup mempopulerkan buku Harry Potter jika tidak diikuti dengan kualitas tulisan yang baik. Bagaimana Rowling bisa membuat tulisan yang baik, kuncinya adalah menulis dan menulis. Rowling adalah ibu rumah tangga biasa yang memiliki ide untuk menulis kisah Harry Potter pada tahun 1990, buku pertamanya baru terbit pada tahun 1997. Rowling menulis setiap ada kesempatan, jika ada waktu meski hanya sepuluh menit maka dia akan menuliskan ceritanya.
Saat ini, banyak cara bagi para penulis untuk mempublikasikan tulisannya. Buku “Pak Beye dan Istananya” karya Wisnu Nugroho adalah buku yang diambil dari blog milik penulis. Wisnu menulis pengalamannya saat meliput di istana di blognya pribadi. Atau buku The Naked Traveller karya Trinity adalah contoh lain sebuah buku yang terbit karena catatan harian perjalanan seorang pelancong yang ditulis di blog pribadinya. Blog adalah salah satu cara untuk mempublikasikan karya kita sekaligus menjadi tempat kumpulan tulisan kita. Memiliki blog adalah salah satu cara untuk penulis pemula. Didalam kita dapat belajar menulis, coba-coba membuat beragam catatan kisah perjalanan atau pengalaman yang kita lewati. Menulis hal-hal sederhana dari sebuah daerah bisa jadi dipandang unik oleh warga dari daerah lain. Membahas buku atau film, melaporkan sebuah kejadian besar, dan lain sebagainya.
Tidak ada istilah terlambat untuk menjadi penulis. Banyak penulis terkenal yang mempublikasikan buku terkenalnya saat usia mereka tidak lagi muda. Daniel Defoe menerbitkan buku berjudul Robinson Crusoe saat usianya akan mencapai 60 tahun, Mark Twain berusia 49 tahun saat menerbitkan bukunya yang berjudul Huckleberry Finn. Masih banyak lagi penulis lain yang menghasilkan karya terkenal disaat mereka sudah melewati usia muda. Kapan waktu yang tepat menulis ?, jawabnya adalah … sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar